Keren..! Ini Bantahan Praktisi Hukum Maluku Terhadap Tuduhan Obstruction of Justice Kuasa Hukum Silfester Matutina

Piru (18/10/2025), saatkita.com - Menanggapi pemberitaan media daring Sindonews berjudul “Khozinudin Ingatkan Pengacara Silfester Matutina Bisa Djerat Pasal Obstruction of Justice” yang terbit pada 15 Oktober 2025, salah satu Praktisi Hukum, Maluku Marsel Maspaitella, S.H., menyampaikan pendapat hukum secara resmi untuk meluruskan pandangan publik dan memastikan penegakan hukum berjalan secara proporsional serta sesuai asas due process of law.

Menurut Maispatella, advokat tidak dapat dikenakan tuduhan Obstruction of Justice, pasalnya secara prinsipil, advokat adalah bagian dari sistem peradilan, bukan pihak yang menghalangi peradilan.

Selain itu, Kedudukan advokat ditegaskan dalam, Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyebutkan, Advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Sementara dalam Pasal 16 UU Advokat: dikatakan Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar pengadilan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pengacara Silfester Matutina tidak dapat dikualifikasikan sebagai pelaku Otbstruction of Justice, karena ia melaksanakan fungsi profesi untuk membela hak hukum kliennya secara sah.

Tidak Ada Dasar Hukum untuk Penahanan Klien

Praktisi Hukum ini menegaskan bahwa, putusan pengadilan terhadap Silfester Matutina yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) tidak memuat amar “perintah penahanan” oleh hakim.

Sesuai Pasal 270 KUHAP, pelaksanaan putusan pidana dilakukan oleh jaksa berdasarkan isi amar putusan, bukan tafsir pribadi.

“Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan putusan kepada jaksa".

Artinya:jaksa tidak dapat menahan seseorang tanpa dasar perintah eksplisit dalam amar putusan.

Jika jaksa tetap menahan tanpa dasar amar, maka tindakan itu justru melanggar asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP) dan prinsip rule of law.

Dalam konteks ini, pengacara Silfester justru melaksanakan fungsi hukum yang benar, yaitu memastikan eksekusi dilakukan sesuai amar putusan — bukan menentangnya.
Unsur-Unsur Obstruction of Justice Tidak Terpenuhi

Dalam hukum pidana Indonesia, obstruction of justice atau “menghalangi proses peradilan” tidak diatur sebagai istilah tunggal, namun substansinya terdapat dalam beberapa pasal, seperti:
Pasal 221 KUHP – Menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan.
Pasal 224 KUHP – Menolak menjalankan perintah hakim.
Pasal 233 KUHP – Menghilangkan barang bukti.
Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) – Menghalangi penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan.

Dari unsur-unsur di atas, tidak satu pun terpenuhi dalam tindakan pengacara Silfester Matutina, karena:

Ia tidak menyembunyikan kliennya, Tidak menghalangi jaksa menjalankan tugas berdasarkan amar putusan, Tidak melakukan tindakan aktif yang menggagalkan proses hukum.

Dengan demikian, secara yuridis formil maupun materiil, tidak terdapat perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai Obstruction of Justice.

Jaksa Berpotensi Melanggar Hukum Bila Menahan Tanpa Amar

Perlu dipahami bahwa putusan pengadilan adalah sumber kewenangan tunggal dalam pelaksanaan eksekusi.

Jika jaksa melakukan penahanan tanpa dasar amar, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai:
Pelanggaran terhadap Pasal 270 KUHAP,
Perbuatan melawan hukum oleh pejabat negara (onrechtmatige overheidsdaad),
Bahkan dapat diuji melalui praperadilan (Pasal 77 KUHAP) karena termasuk penahanan yang tidak sah.

Dalam hal ini, advokat memiliki kewajiban etis dan hukum untuk menolak tindakan penegak hukum yang bertentangan dengan amar putusan.

Prinsip Rule of Law Harus Dijunjung Tinggi
Dalam negara hukum (rechtsstaat), tidak ada pejabat yang kebal dari hukum, dan tidak ada penegakan hukum di luar amar putusan pengadilan.

Menyeret advokat ke ranah pidana atas dasar pembelaan hukum yang sah justru merupakan bentuk pelemahan terhadap sistem peradilan yang independen.

Sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 26/PUU-XI/2013, advokat merupakan bagian penting dari sistem peradilan yang tidak boleh diintimidasi atau dikriminalisasi karena menjalankan profesinya.

Penutup dan Pernyataan Sikap

Sebagai praktisi hukum, saya menilai bahwa tidak ada dasar hukum untuk menuduh pengacara Silfester Matutina melakukan Obstruction of Justice; advokat berhak dan wajib memastikan pelaksanaan putusan sesuai amar hakim.

Penegakan hukum tidak boleh dilakukan dengan melanggar hukum itu sendiri;
Tuduhan yang berkembang justru berpotensi mencederai independensi profesi advokat serta mencampuradukkan fungsi pembelaan dengan perbuatan pidana. (Nicko Kastanja)

Baca Juga

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama