Di sebuah sudut di Jakarta, tepatnya di Sumur Batu, Kemayoran, tiga sahabat kecil, Abeng, Kangkung dan Joy kembali dipertemukan waktu. Dulu mereka berlari di gang-gang sempit, menendang bola di lapangan berdebu, dan membagi mimpi di bawah pohon akasia yang jadi saksi bisu masa kanak-kanak mereka. Waktu memisahkan mereka; satu sibuk meniti karier di perusahaan BUMN, satu mengejar karier di perusahaan swasta, dan satu bekerja freelance.
Malam itu, Minggu (16/11/2025), ketika rembulan enggan menampakkan dirinya, mereka bertiga duduk berdekatan sambil diselingi canda sambil menatap jalan yang dulu terasa begitu luas. Senyum kaku berubah hangat saat kopi temani obrolan mereka malam itu. Obrolan mereka begitu santai namun penuh arti seperti ingin menahan waktu agar tidak berlari terlalu cepat. Teman lama memang seperti itu—tidak peduli puluhan tahun berlalu, keakraban akan kembali dalam hitungan detik.
Sesekali mereka menyalakan rokok, tawa pecah saat cerita-cerita lama diungkap kembali—tentang sepeda butut, permainan tradisional, pertandingan bola kampung, dan janji-janji kecil yang dulu dianggap besar. Banyak hal berubah di Sumur Batu: rumah-rumah baru, jalan yang lebih ramai. Namun ada satu yang tetap sama: rasa kebersamaan yang tumbuh dihati masing-masing dari masa kecil yang mereka lalui bersama.
Malam itu, Sumur Batu seolah mengembuskan napas nostalgia. Reuni sederhana berubah menjadi pengingat bahwa persahabatan sejati tidak pernah benar-benar hilang; ia hanya menunggu momen untuk kembali hidup. Dan di tengah hiruk-pikuk Kemayoran, tiga sahabat kecil itu menemukan lagi bagian diri mereka yang sempat tertinggal, bagian yang hanya bisa ditemukan di tempat mereka bercanda semasa kecil.
Salah satu dari mereka mengatakan, bahwa, "kami bahagia malam ini bisa jumpa kembali, " tandas Joy.
Aristoteles berkata, "Berharap menjadi teman itu cepat, tetapi persahabatan adalah buah yang matangnya lama," itulah persahabatan sejati dari ketiga orang sahabat di Sumur Batu. (Red)
Posting Komentar